Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2020

Perjalanan Singkat Memutus Prasangka

Tepat jam 23.13 WIT, kedua kaki beta akhirnya beristirahat. Setelah hampir 2 jam perjalanan dari Kampus, Jembatan Merah Putih, Kebung Cengkeh, Ahuru, dan akhirnya sampai di tempat paling nyaman di dunia, rumah. Sebelumnya perkenalkan beta adalah seorang PERJAKA.  Tulen loh! Sungguh PERJAKA tulen, iya PERJAKA, “PERia peJAlan KAki.”  Beta termasuk orang yang senang sekali jalan kaki karena berbagai alasan. Salah satunya, karena beta dapat menikmati pemandangan dengan begitu pelan serta tenang. Dan pada malam itu, kebetulan beta baru saja selesai kerja tugas kelompok dengan teman-teman, hampir jam 10 malam. Saat itu  kampus Unpatti sudah sangat sepi, hanya ada beberapa orang/mahasiswa yang masih tinggal untuk numpang Wifi. Karena salah satu beta teman perempuan harus pulang diantar. Jadi kami bersama-sama mengantar dia, sampai di tempat yang dia rasa telah aman. Beta teman perempuan ini tinggalnya di dekat Jembatan Merah Putih (JMP). Setelah beta bersama teman-...

Prasangka, Adat, dan Konflik Maluku

“Itu dong pung daerah (itu daerah mereka), ini katong pung daerah (ini daerah kita).” Prasangka. Mungkin itu adalah akibat yang masih terasa dan dipraktekkan sampai sekarang akibat dari konflik Maluku tahun 1999. Bukan itu saja, bahkan sebagian besar korban konflik Maluku juga telah mensegregasi diri mereka sendiri, termasuk saya juga. Kata “daerah” di atas bukan cuma menunjukkan pada suatu wilayah tempat tinggal, tetapi juga menunjukkan pada pribadi orang. Maksudnya bahwa kebanyakan korban konflik Maluku telah mensegregasikan diri mereka terhadap pribadi orang. Seseorang (korban konflik) akan lebih merasa aman jika ia berada di antara orang-orang yang beragama sama dengan dia, karena “daerah” yang tadi. Hal ini bukan hanya terjadi kepada para korban konflik Maluku yang sudah dewasa dan mengalami serta terlibat dalam konflik pada saat itu saja, bahkan sampai anak kecil pun sudah mensegregasi diri mereka. Padahal mereka tidak pernah merasakan konflik tersebut secara langsung, bahkan me...

#4“Gong Xi Fa Cai atau Xin Nian Kuai Le”

#yangkelirutentangcina Setiap perayaan Imlek di Indonesia masyarakat umum cendrung mengatakan Gong Xi Fa Cai sebagai ungkapan makna “Selamat Tahun Baru Imlek”. Hal yang sama pun beta katakan kepada seorang teman WN Tiongkok, namanya Xu Pei Jing, ketika Imlek tahun lalu. Ketika dia mendengar perkatakan “Gong Xi Fa Cai”, dia sontak membalas “ 不是恭喜发财但是新年快乐 ” atau yang literal berarti “Bukan Gong Xi Fa Cai tapi Xin Nian Kuai Le. Sejenak beta berpikir, mengapa ada perbedaan? Dia lalu menjelaskan bahwa di Tiongkok, orang tidak mengucapkan Gong Xi Fa Cai pada perayaan Imlek melainkan Xin Nian Kuai Le. Gong Xi Fa Cai hanya dipakai pada pada lingkup bisnis atau pekerjaan karena mengandung makna “selamat, semoga menjadi sukses.” Secara harafiah, Gong Xi ( 恭喜 )berarti “Selamat” dan Fa Cai (发财) berarti “menjadi kaya”, sehingga Gong Xi Fa Cai berarti “selamat, semoga menjadi kaya/sukses.”  Tetapi kita juga bisa mengucapkan 身体健康 (shenti jiankang), atau semoga sehat selalu . Semen...

#3 "Tentang Nama Cina"

# Yangkelirutentangcina Setiap pecinta badminton pasti mengenal Taufik Hidayat, seorang pebulu tangkis andalan Indonesia pada eranya. Dulu ketika beta menonton Dia bermain, beta selalu teringat rivalnya, tidak lain, kalau bukan Lee Chong Wei. Menyaksikan pertandingan mereka berdua selalu penuh ketegangan, karena keduanya merupakan atlet yang handal dan diandalkan oleh kedua negaranya masing-masing. Taufik Hidayat berasal dari Indonesia, dan Lee Chong Wei berasal dari Malaysia. Malaysia? Mungkin jika Lee Chong Wei tidak menggunakan atribut atau tidak mencium bendera Malaysia dengan bangga, beta pasti tahu saja dia berasal dari Cina atau Korea. Sejak saat itu beta sering bertanya mengapa di Malaysia, sampai sekarang, banyak warga negaranya yang keturunan Cina tetap dengan bangga menggunakan nama Cina mereka, sementara WNI keturunan Cina atau orang Tionghoa di Indonesia tidak memakai nama Cina mereka? Pertanyaan ini menuntun beta kembali mempelajari sejarah. Nyanyi Bob Marley ...

Pulih

I Sunti bersandar di tembok yang masih sedikit basah dan penuh daki. Di depannya ada seorang laki penuh dengan daki dengan akal yang tidak budi "Hhhe, beraninya dengan vagina  tidak dengan perasaan." Kata Sunti tanpa sedikit pun ragu. "Memangnya kenapa?! Hasratku tinggi karena aku laki. Kan kujilati putingputingmu dan vaginamu dengan bebas." "Kau tidak bebas! Silahkan perkosa aku. Ambil tubuhku. Silahkan perkosa aku. Tindas tubuhku. Silahkan perkosa aku. Puaskan nafsimu." Dengan tidak ragu Sunti berteriak menolak! Si Laki mulai mendekat dan tanpa tekad dia menyambar sekujur tubuh Sunti. Tepat saat itu Sunti berkata dengan tatapan yang tegas: "Kau bisa perkosai aku, dan tindas tubuhku malam ini, tapi tidak dengan rasa, dan jiwa dan AKU!" Beberapa jam kemudian Sunti tersadar. Dia sudah di atas rerumputan sendirian. Terbangun dengan segumpal rasa jijik pada daki tembok sedikit basah ditubuhnya, dan perasaan m...

#2 “Cina, Tiongkok, Tionghoa, Mandarin”

# yangkelirutentangcina Cina, Mandarin, Tionghoa, dan Tiongkok, sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Kadang kata Cina diganti dengan kata Tionghoa, Mandarin atau pun Tiongkok. Sampai di sini, mungkin ada di antara kita yang bertanya tentang perbedaan Cina, Mandarin, Tionghoa dan Tiongkok. Apakah Cina sama dengan Tionghoa atau Mandarin? Karena ini terkait pengertian istilah bahasa, maka cara yang paling tepat adalah melihat pada Kamus Besar Bahasa Indonesia. Menurut KBBI arti Mandarin adalah (1)n pejabat dalam kekaisaran cina; (2) n nama yang diberikan pada bahasa utama di negeri Cina, dipakai sekitar Beijing, merupakan bahasa standar bagi Negara itu. Sedangkan Tionghoa adalah (1)n istilah orang atau bangsa yang berasal dari Tiongkok; Cina. Sementara Tiongkok adalah (1)n negara yang terletak di Asia Timur, ibu kotanya Beijing, luas wilayahnya 9,69 juta km2 , merupakan Negara dengan penduduk terbanyak di dunia; Cina. Nah, sudah ‘sedangkan dan sementara’, sekarang ...

#1“Mata Cipit"

(Yang Keliru Tentang 'Cina') Sebenarnya beta ingin menulis ini sudah sejak Desember 2018 lalu, namun karena ketidakbaikan beta dalam mengatur waktu mengakibatkan imanjinasi tidak ternyatakan. Jadi, beta ingin memulai membahas #yangkelirutentangcina dengan tulisan berjudul “Mata Cipit”, selamat bercipit-cipitan (kedip-kedipan). “Leng kali leng kali leng cina buta, awas anak kecil ditangkap cina buta, buta…” Setiap anak di Ambon yang dibesarkan dalam lingkungan yang tidak terlalu bersahabat dengan hp, gadget dan sejenisnya, pasti pernah memainkan permainan ini. Permainan ini bernama Leng Kali Leng. Entahlah sudah sejak kapan dimainkan, tidak ada catatan sejarahnya. Namun, satu hal yang dapat dipastikan adalah ketika permainan ini dimainkan pasti sudah ada orang “cina buta.” Bagi beta sendiri ketika masih anak-anak, jika mendengar kata “cina buta” maka yang terpikir adalah mata yang cipit. Mata Cipit adalah sebutan (sindiran) atau panggilan bagi mereka keturunan Tiongh...