Dahulu ada sorang penyair menuliskan sajak di persimpangan jalan

sajak ini masih terus mengikutiku setiap kali aku berpikir tentang waktu

Kadang hujan memburuku seperti rindu akan segala indah di lampau

tubuhku basah sebasah basahnya, tetapi hati dan mataku menjadi sungai

mengalirkan segala amarah kecewa suka dan duka yang aku temui

di persimpangan jalan aku menunggu waktu memberiku ruang untuk bertemu

mempertemukan aku dengan segala rindu, impian, segala yang biru


Di persimpangan jalan ini aku semakin yakin kalau

beberapa hal di hidup ini sangat menjengkelkan

satu hal yang aku pelajari 

dua hal yang aku kenali

tiga hal yang aku benahI

diri


simpang jalan ini penuh tanya

simpang jalan ini penuh dahaga

simpang jalan ini penuh mata air

simpang jalan ini penuh… ya sudahlah

tidak semuanya di hidup memang menyenangkan

tidak semuanya di dunia memberi ketenangan

tidak semuanya di bumi memberi apa yang kuingini

sekali lagi aku ingin bertemu dengan waktu

duduk sambil minum kopi dan rindu

lalu berdiskusi tentang aku dan kamu

tentang kamu dan dia

tentang dia dan mama

tentang mama dan papa

tentang papa dengan aku


papaku jauh sejauh-jauhnya rindu

mamaku dekat sedekat-dekatnya waktu

hatiku entah kemana


Mungkin masih tertinggal di persimpangan jalan


Ambon, 11 Agustus 2025

Tidak ada komentar:

Posting Komentar